Pelajar SMK

Di SMK Negeri 2 Guguak Memiliki Pelajar Yang Berpotensi Dan Berbakat Di Bidang Mereka Masing-masing, Pelajar SMK Memiliki Kemampuan Yang Beda Dengan Sekolah Lainnya, Karena Mereka Dididik Dengan Bantuan Guru-guru Yang Profesional Dan Berpengalaman. Disini Para Pelajar Dituntut Untuk Mengembangkan Kemampuan Yang Dimilikinya,Baik Dari Luar Maupun Dari Dalam.Gimana Penasaran Bukan ? Bagi Kamu Yang Mau masuk Sekolah Kejuruan, Buruan Aja Datang Ke SMK Negeri 2 Guguak. Jangan Ragu Yah..!!

Breaking News

Proses Belajar Di SMK

Dunia Pendidikan - Proses pembelajaran sebagai salah satu elemen penting dalam pendidikan di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) memiliki peranan besar dalam memediasi dan mengakomodasi usaha peningkatan kemampuan berpikir dan keterampilan peserta diklat menuju perubahan perilaku yang positif. Lindgren (1967: 7) memandang hal ini sebagai suatu proses yang berkesinambungan dan berkemajuan, sebagaimana yang dikemukakannya bahwa:
Proses Belajar Di SMK
 Belajar Di SMK(Mayri Hevinka Putri-19101152600029), Manajemen Informatika, UPI-YPTK Padang
"The learning process is process by which people acquire changes in their
behavior, improve performance, reorganize their thinking, or discover new ways of behaving and new concepts and information. Learning is always going on: it is a process that begins at birth (or perhaps even before) and continues in some form or other troughout our lives".

Pada konteks ini, proses pembelajaran diharapkan mampu menggerakkan peserta diklat untuk mengoptimalkan sumber daya yang telah dimilikinya, sehingga mampu menemukan pengetahuan atau informasi baru yang dapat diterapkan dalam kondisi-kondisi nyata.
Proses pembelajaran yang mengedepankan pemberdayaan kemampuan peserta diklat harus dilakukan dalam setiap proses belajar mengajar di SMK, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional, bahwa proses pendidikan harus diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup. Hal ini menjadi sangat substansial ketika tantangan di era globalisasi semakin nyata dan kompleks. Beberapa futurolog antara lain Peter Drucker, John Naisbitt, Kenichi Ohmae, dan Robert Reich (Dryden dan Vos, 2000: 59) menegaskan kondisi ini dengan memprediksikan bahwa kebutuhan terhadap tenaga kerja akan mengalami penurunan secara drastis. Hal ini telah berlangsung di Amerika Serikat, yang ditunjukkan dengan penurunan sebesar 13% dari 65% pekerja produksi di Negara tersebut. Kondisi yang serupa berlangsung juga di Indonesia yang ditunjukkan dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang rendah, hanya mencapai 700.000 orang dari 2,5 juta angkatan kerja baru per tahun. Hal ini akan berdampak pada peningkatan beban pengangguran yang pada tahun 2006 telah mencapai 11,1 juta orang, dimana 3,91 juta orang diantarannya adalah lulusan sekolah yang tidak memiliki keterampilan yang memadai (Kompas, 2006).

Kondisi di atas memerlukan usaha guru dalam memformulasikan proses pembelajaran sebagai inti dari proses pendidikan dengan lebih menekankan pada orientasi pencapaian kompetensi peserta diklat melalui pemberdayaan kemampuannya secara optimal. Konsepsi ini memposisikan guru sebagai fasilitator yang mampu mengarahkan peserta diklat dalam setiap proses pembelajaran. Dryden dan Vos (2000: 21) memandang hal ini sebagai revolusi belajar, dimana guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, sebagaimana yang diungkapkannya bahwa “…peran utama guru akan mengalami pergeseran: mereka bukan lagi sebagai satu-satunya penyedia informasi”. Hal ini menjadi penting, karena pada dasarnya objek yang ditinjau sebagai parameter pencapaian kesuksesan pembelajaran adalah peserta diklat itu sendiri. Hal ini ditegaskan dengan pandangan Killen (1998: 1) yang mengungkapkan bahwa “…indicates that effective instruction is often characterized by active involvement of student, student collaboration, and an emphasis on academic achievement”.

Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa proses pembelajaran di SMK mengalami kecenderungan yang kontraproduktif dengan harapan di atas. Hal ini dapat dilihat pada beberapa penelitian tentang proses pembelajaran di SMK (Rusyana, 2006; Abdulrohim, 2007) yang menggambarkan bahwa proses tersebut berlangsung secara monoton atau tidak ada variasi, berpusat pada guru, dan kurang melibatkan peran aktif peserta diklat. Studi tersebut sesuai dengan pandangan Purba (Kompas, 2006) yang menyatakan bahwa ‘…kenyataannya pembelajaran di SMK masih mengedepankan tatap muka di ruang kelas. Bahkan, tidak sedikit peserta didik di sejumlah SMK baik teknologi maupun industri yang tidak diberi pelajaran praktek sesungguhnya’. Kondisi ini tentunya akan berdampak pada hasil belajar peserta diklat yang cenderung kurang maksimal, sebagaimana yang diungkapkan pada beberapa penelitian (Rusyana, 2006; Abdulrohim, 2007) bahwa lebih dari 50% peserta diklat di SMK memperoleh hasil belajar yang rendah. Abdulrohim (2007: 60) menegaskan hal ini dengan mengungkapkan fakta yang menarik, bahwa “prestasi belajar peserta diklat yang didapat melalui tes pratindakan pada mata pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan Teknik Mesin masih rendah, dimana sebesar 67,7% peserta diklat memperoleh nilai di bawah 7”. 




By : Dunia Pendidikan

No comments